Kaki Dian adalah nama tempat wisata religi yang cukup terkenal di Sulawesi Utara. Terletak di kaki gunung Klabat, gunung tertinggi di provinsi ini. Tempat wisata Kaki Dian adalah salah satu tujuan wisata favorit sebagian besar masyarakat Sulawesi Utara. Sayangnya tempat wisata ini sudah sedikit ‘terlantar’ pengelolaannya. Oke, tulisan ini mulai terasa seperti situs berita Kompas, hehe di postingan ini kita takkan mulai mengkritik pemerintah dan semua pemangku kebijakan, yang dengan semena-mena membiarkan objek wisata ini terlantar, tak terurus, dan lah -_- tadi bilang gak ada acara kritik-kritikan *ditabok.
Oke, beberapa hari lalu rasanya tubuh ini butuh refreshing dari semua rutinitas maupun aktivitas yang cukup menyita tenaga dan akhirnya tiba-tiba saya teringat (sebenarnya gak tiba-tiba juga sih -_-) tempat wisata yang sudah jarang perasaandan tak pernah dikunjungi lagi. Berhubung jarak kota tempat tinggal saya kota Bitung dengan Airmadidi cukup dekat (kalau jalan kaki ya jauuuh), akhirnya diputuskan hari Minggu kemaren untuk mengejar sunset di Kaki Dian.
Teman-teman juga bisa membaca kejar-kejaran saya dengan sunset atau surise di postingan-postingan berikut :
Eh itu semua sunrise yah, haha tak mengapalah jadi postingan ini merupakan kejar-kejaran saya dengan sunset. Secara harafiah memang bisa dikatakan kejar-kejaran, waktu memutuskan untuk pergi ke Kaki Dian, saya berangkat dari rumah sudah pukul 4 lebih, sebelum pergi ke lokasi, saya menjemput Eodya, salah satu kontributor web ini dalam hal sunset, foto-foto sunsetnya yang keren bisa dilihat di postingan Tips memotret sunset dengan smartphone. Kami berangkat dari Bitung dengan diiringi tangisan dari langit haha, iya sewaktu akan berangkat hujan gerimis sempat turun sebentar, agak pesimis juga apakah trip dadakan ini bisa terlaksana atau tidak. Padahal waktu itu matahari lagi cerah-cerahnya tapi hujannya juga tak mau kalah -_-. Setelah sempat pesimis dengan hujan, syukurlah selama perjalanan hujannya berhenti, setelah sedikit lega malah hujannya turun lagi sewaktu sudah dekat lokasi hahaha. Perjalanan dari Bitung menuju Airmadidi membutuhkan waktu sekitar 30menit dengan kecepatan sedang, ditempuh menggunakan sepeda motor tentunya, kalau pake mobil dan terjebak macet (jarang sekali macet sih kalau hari Minggu) mungkin bisa lebih lama.
Oh ya untuk foto-foto postingannya di flickr yah, selain menghemat hosting, saya juga tak mau foto-foto hasil perjuangan ini tampak jelek kalau harus dikompres supaya ukurannya jadi kecil, jadi harap maklum saja hehehe. Bagi yang tak tahu Aermadidi itu dimana, (kemungkinan besar Bitung juga tidak tahu -_-) Airmadidi adalah ibukota kabupaten Minahasa Utara, sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Utara. Sedangkan kota Bitung adalah tetangganya Airmadidi, sebuah kota pelabuhan terkenal yang populer dengan ikan cakalangnya, sehingga sering disebut juga kota Cakalang.
Kaki Dian diambil dari sebuah istilah yang merujuk kepada pelita atau kandil di Alkitab, oleh karena itulah tempat wisata Kaki Dian bisa dikatakan sebagai tempat wisata religius untuk umat Kristen. Teman-teman harus sedikit mendaki untuk mencapai lokasi yang dimaksud, dengan ketinggian yang mencapai sekitar 600 meter di atas permukaan laut (hasil googling yah bukan diukur pake meteran baju :D) tentu akan jadi persoalan tersendiri kalau teman-teman tak mau pakai kendaraan alias jalan kaki, tapi banyak juga kok yang setiap hari lari pagi ke Kaki Dian, selain menyehatkan, udara di sini juga masih sejuk karena penuh dengan pepohonan.
Lokasi gapura yang menunjukan jalan ke atas juga terletak tepat di samping jalan raya, teman-teman takkan kerepotan untuk mencarinya, baik yang dari arah Bitung ataupun yang datang dari arah kota Manado yang berlawanan. Selain itu jalan menuju ke atas juga sudah di aspal rapi bahkan bisa dilalui oleh kendaraan seukuran bus antar kota, yang jadi sedikit masalah adalah tikungan-tikungan tajam sepanjang perjalanan, butuh ekstra hati-hati karena belum ada (dan mungkin sulit diadakan) convex mirror/safety mirror seperti di tikungan-tikungan tajam jalan raya, yang akan membantu kita melihat pengendara yang datang dari arah berlawanan. Pengendara sepeda motor yang ugal-ugalan juga bisa jadi selingan ramai sepanjang perjalanan, kalau tak mau berakhir dengan tabrakan atau ciuman dengan monyet di pohon-pohon pinggir jalan, sebaiknya teman-teman memacu kendaraan dengan kecepatan sedang dan tetap waspada.
Begitu tiba di atas, kami disambut dengan senyuman dan suara ramah nan menggoda dari penjaganya. “Dua ribu pak tiap orang, untuk kendaraan seribu jadi totalnya lima ribu rupiah.” Ucap si Bapak dengan mesra yang langsung membuat kami merogoh kantung mencari lima ribu tak terpakai upss, hehe. Begitu masuk area tempat wisata, kesan pertama saya lokasinya cukup bersih, ‘cukup’ yah bukan ‘sangat’ *lalu ditabok penjaga*. Mungkin karena hari Minggu, tempat tersebut cukup ramai dengan kendaraan, sudah ada beberapa orang mungkin satu keluarga, yang sibuk foto-foto, juga ada beberapa yang sementara duduk di tulisan Minahasa Utara, bisa dilihat sendiri di foto di atas kan, se-gede apa tulisannya kalau dari dekat.
Karena tempat ini sebenarnya merupakan lokasi wisata religi, maka sebagian besar bangunan yang ada di sini biasanya diperuntukkan untuk orang mengadakan ibadah. Seperti bangunan berupa aula di foto di atas, sayangnya sebagian besar terlihat kurang terawat, oh ya saya belum sempat melihat dimana toilet di sekitar situ, seharusnya sih ada, semoga saja kondisinya setidak-tidaknya masih bisa ‘dipakai’. Btw, sudah mondar-mandir kesana kemari, saya belum menunjukan Kaki Dian yang sebenarnya ya, hm oke ini dia.. Tadaaa…..
Dari situs resmi Pemkab Minahasa Utara, katanya sih lampu di ketujuh cabang itu bisa menyala berkat fasilitas listrik tenaga surya, entahlah saya tak mau menunggu sampai malam hanya untuk memastikan lampunya menyala atau tidak. Dari lokasi sekitar menara ini, pemandangan ke arah garis pantai tertutup pohon-pohon besar, oleh karena itu kami turun lagi ke bawah ke bagian tulisan raksasa tadi. Nah dari tempat ini, hampir seluruh Airmadidi bisa terlihat jelas, bahkan sebagian kota Manado dan garis pantainya pun bisa kita amati dengan baik. Kadang-kadang jika teman-teman kurang jeli, bisa mengira pesawat yang lepas landas atau landing menuju bandara internasional Sam Ratulangi sebagai burung kecil yang terbang di kejauhan. Dari lokasi tulisan itu juga saya mengambil foto-foto sunset keren, dahsyat dan luar biasa berikut.
Hehe keren kan fotonya pemandangannya, karena cuacanya memang agak mendung, jadi sebenarnya sunset yang ada tak begitu maksimal, demikian kata si master sunset Eo, hehe. Jika teman-teman merasa lapar atau haus, di sekitar lokasi wisata Kaki Dian juga terdapat warung-warung makan dan gazebo tempat duduk sekedar melepas lelah, waktu kemarin itu saya tak sempat mencobanya berhubung waktu dan dompet yang menipis, tapi sepertinya dari gazebo itu pemandangan sunsetnya bisa lebih keren, nanti deh kalau kesana lagi bakalan dicoba. Kami pulang sudah sedikit gelap, mungkin hampir pukul 6. Satu lagi, jalan menuju lokasi tadi sama sekali belum dilengkapi lampu jalan, jadi kalau kamu tak ingin pulang gelap hanya bermodalkan cahaya kendaraan, lebih baik langsung cabut begitu sunsetnya selesai.
Untuk bisa mencapai lokasi wisata Kaki Dian dari kota Manado, teman-teman bisa menggunakan kendaraan umum dengan tarif yang cukup terjangkau, totalnya sekitar 20ribu rupiah ongkos perginya, kalau bisa mencarter mobil sendiri juga lebih baik. tarif yang ada juga bervariasi sekitar 150-250 ribu rupiah untuk sehari. Jika teman-teman dari bandara Sam Ratulangi, cukup banyak taksi atau mobil carteran yang siap mengantar hingga ke lokasi, rata-rata supirnya pasti sudah tahu lokasi ini. So.. Kelar juga postingan traveling ini, hehehe. Semoga ke depannya bisa lebih banyak postingan serupa di blog ini (semakin banyak juga jalan-jalannya kan? Hehehe). Thanks for reading yah, jangan lupa share dan komentarnya kalo kamu merasa ini menarik untuk diberitahukan ke teman-teman yang lain. Makin maju travel blog Indonesia !
Leave a Reply