Patung ikan cakalang di bilangan persimpangan depan PT. Witicko ini diabadikan dengan cerita yang cukup unik. Selesai kampus semalam saya pulang ke rumah, teringat kalau saya membawa kamera di dalam tas, jadinya terpikir bagaimana kalau kita memotret sesuatu dulu, yah berhubung tidak bisa memotret seseorang, jadi memotret sesuatu okok sajalah… 😀
Oke fotonya mungkin biasa saja ya,tapi untuk mengambil foto ini agak sedikit dramatis, bukan saya yang mendramatisir yah… Tanpa tripod memotret slow speed itu sesuatu yang sulit apalagi jika sampai belasan detik, karena itulah harus dicari tempat yang cukup rata dan aman untuk meletakkan kamera, Tempat pertama yang ditemukan adalah trotoar, iya anda tidak salah baca… Saya menyebutkan kata trotoar, hehe.. berhubung lensa yang dibawa cuma yang lima puluh mili, maka untuk memotret susah untuk dapat sudut lebarnya, tapi karena objeknya cukup menarik yah bolehlah, kamera diletakkan di atas beton trotoar, timer diatur, speed diatur, jepreet…
Jadilah foto diatas, agak gelap karena shutter speednya cuma beberapa detik, Percobaan kali ini saya meletakan di atas sambungan kontainer, hehe iya di dekat situ ada kontainer yang diparkir tapi cuma kontainernya, sementara truknya gak tahu kemana, Yup diatur kembali semua, shutter speed diatur lebih lama dari yang pertama, timer diatur, siap jepret… daaan,,,,, Tetooooot….. Bunyi klakson kenceng membahana di tengah malam itu, hahaha truk kontainernya datang mau memuat kontainer yang terparkir yang saya jadikan tripod dadakan. 😀
Saya mendongak melihat kearah kaca truk yang terbuka ternyata seorang teman lama, dia bersama pacarnya, eh gak tahu pacarnya apa udah jadi suaminya (iya teman saya perempuan) yang membawa truk, cengengesan lah saya :D, ternyata diklakson karena sepeda motor saya menghalangi jalan mereka, merasa beruntung melihat teman saya langsung aja saya teriak “Tunggu, 10 detik saja..pliss” Hahaha, gak tau timernya jadi apa gak, dijepret dan jadilah foto yang paling atas. Setelah berterimakasih kemudian saya memindahkan si satria yang menghalangi dinosaurus di belakangnya #ups hehe.
Anyway Bitung memang dijuluki Kota Cakalang, karena produksi ikan cakalang atau dikenal juga dengan ikan tongkol serta masih termasuk di famili ikan tuna memang cukup besar di kota pelabuhan ini. Dengan deretan pabrik ikan di sepanjang tepian pantai Kota Bitung takkan mengherankan jika disebut demikian, walaupun yah menghadirkan kontradiksi tersendiri di Kota Cakalang, dimana garis pantainya hampir bisa dikatakan habis untuk industri ini,
Mungkin semoga dari para pembesar ada yang setidaknya memikirkan kelestarian alam ketimbang kebanggaan akan sebutan kota industri, jika tidak, mungkin beberapa tahun kedepan untuk pergi kepantai saja kita harus berwisata ke kota lain, atau mungkin juga takkan pernah dijumpai lagi nelayan-nelayan sederhana dengan jala dan perahu kecilnya di tepian pantai, jika pantainya saja dipagari beton hampir tiga meter. Semoga saja tak seperti itu.
Christine Nathalya says
love it blog 🙂