Masih merasa hasil jepretan kamu kurang yahud atau biasa-biasa saja? Mungkin kamu masih melakukan beberapa kebiasaan buruk seorang fotografer di bawah ini.
1. Suka iri dengan gear orang lain
Hoho, iri dalam artian pengen punya, mungkin masih sesuatu yang wajar.
Tapi jika gara-gara itu sampe kamu tak mau berusaha meningkatkan kemampuan hanya karena gear yang ada tak sehebat punya orang lain, itu hal yang salah ya.
2. Menyalahkan kamera dan lensa kalau hasil foto kurang bagus
Kebiasaan buruk kedua adalah kita sering menyalahkan kamera dan lensa jika hasil fotonya jelek. Padahal ya.. kemampuan memotretnya memang masih segitu.
Jangan sampai kamu bilang kamera dan lensanya jelek, hanya karena foto kapal di tengah laut sana yang kamu potret hasilnya jelek. Padahal saat memotret saja, lampu flash kameranya bahkan kamu biarkan hidup haha.
3. Tidak mau belajar hal baru
Sudah berapa lamakah kamu memegang kamera dan memotret?
Beberapa orang mungkin sudah bertahun-tahun menggemari fotografi, tapi sayangnya beberapa lainnya ketika sudah cukup mampu dalam memotret dan menghasilkan foto ‘standar’ bagus, maka dia akan stuck di situ.
Enggan untuk mempelajari hal baru memang memiliki banyak alasan, tapi bagi kamu yang ingin terus berkembang jangan pernah ragu untuk terus belajar.
Selain menambah pengetahuan, kamu juga tentu takkan kagok ketika harus berhadapan dengan hal-hal baru atau teknologi fotografi yang senantiasa berubah setiap waktu.
4. Terlalu mengandalkan zoom lensa tanpa mau bergerak mendekat
Tahu gak kenapa lensa 50mm itu banyak dimiliki oleh fotografer umumnya? Selain bokehnya yang luar biasa, lensa ini merupakan lensa fix yang zoomnya pake kaki.
Jadi kita akan terbiasa bergerak menentukan posisi yang mana paling tepat untuk berbagai macam situasi pemotretan. Bukan berarti lensa zoom yang panjang-panjang itu jelek ya. Tapi terkadang karena sudah punya lensa zoom tadi membuat fotografer jadi malas mengubah posisinya (apalagi kalo motret HI atau street fotografi).
Padahal tentu ada banyak macam komposisi berbeda yang bisa dia dapatkan jika dia mau lebih mendekat pada objek.
5. Berpikir foto yang bagus pasti hasil editan
Ini banyak kali muncul di berbagai laman forum atau diskusi fotografi. Pertanyaan semacam: “ini diedit pake apa?”. “Kok bisa bagus, editnya jago nih” sering dilontarkan dengan berbagai maksud dibaliknya.
Entah serius bertanya atau serius mengejek haha.
Editan dalam foto memang sesuatu yang terkadang tidak bisa dihindarkan seorang fotografer. Apalagi jika dia memotret dengan menggunakan format file RAW, wah itu sudah pasti harus masuk proses editing software dulu.
Tapi ingat satu hal penting, pada dasarnya sebuah foto yang bagus itu memang dari awal (aslinya sebelum diedit) sudah bagus, maksudnya teknik, komposisi, pencahayaan dan berbagai faktor lainnya itu sudah tepat dipilih sang fotografer.
Jadi ketika sebuah foto sudah bagus, yah pasti hasil editingnya hanya untuk memaksimalkan saja. Bedanya, ketika dari awalnya foto sudah ‘ancur’, yah diedit bagaimanapun juga, tetap hasilnya kurang maksimal (jika tak mau dikatakan ancur juga :D).
6. Tidak (mau) menguasai peralatan sendiri (malas baca buku manual)
Ini rata-rata kebiasaan semua fotografer, buku manualnya dianggap sebagai pelengkap saja. Om Arbain Rambey pernah ngetweet katanya setiap fotografer sebenarnya memiliki buku fotografi keren yang sesuai kameranya, namanya “Manual Book”.
Nah jika kamu ingin jago memotret, hal paling sederhana yang bisa kamu mulai adalah dengan membaca buku manual kamera kamu. Kuasai setiap pengaturan kamera yang ada, jangan sampai hanya sekedar untuk memunculkan pop up flash saja kamu tak tahu.
7. Tidak mau bergabung dengan komunitas
Seseorang tentu punya alasannya tersendiri jika tak mau bergabung dengan komunitas. Namun yang harus kamu ingat, komunitas fotografi adalah salah satu cara meningkatkan kemampuan kamu secara mudah dan cepat.
Dengan berbagi bersama sesama teman fotografer, tentu kamu bisa lebih mahir menguasai peralatan atau teknik-teknik fotografi lainnya.
Selain itu kamu juga dapat bonus teman-teman baru yang siap membantu kesulitan kamu dalam memotret.
Jika di tempat kamu belum ada atau masih kurang komunitas fotografernya, kamu bisa mencoba dengan komunitas fotografi online yang banyak terdapat di internet. Di sini juga kamu bisa share hasil karya kamu dan mendapat masukan dari teman-teman yang lain.
Baca juga: 6 Komunitas Fotografi Indonesia Yang Layak Kamu Ikuti Di Instagram
8. Terlalu fokus mengedit foto
Editing memang menyita waktu yang tidak sedikit. Tapi ingat, jangan sampai kamu terlalu fokus dalam editing nantinya, editing yang natural jauh lebih menarik ketimbang kamu menambahkan berbagai metode yang njelimet itu.
Yah, kecuali kamu memang fokusnya di digital imaging yang mana lebih mengutamakan editing ketimbang memotretnya. Jika tidak, seimbangkanlah keduanya, antara memotret dan editing.
9. Tak mau memotret dengan RAW karena repot mengedit
Nah ini mungkin kebalikan yang poin sebelumnya, ada beberapa fotografer yang gara-gara tak mau repot mengedit, jadi dia malas menggunakan file RAW.
Padahal dengan file RAW dia bisa mendapatkan kualitas yang jauh lebih baik.
Untuk hal ini mungkin ada beberapa pengecualian, contohnya jika memang kamu tak memiliki software untuk mengolah file RAW (Photoshop atau Lightroom etc), atau kamu memotret dan ingin langsung dishare ke medsos misalnya.
Meski demikian, pada akhirnya kamu malah jadi tidak memaksimalkan kemampuan kamera yang kamu miliki.
10. Pamer gear meski tak bisa memanfaatkan secara maksimal
Untuk poin ini lebih ke mereka yang suka gaya-gayaan dengan gearnya, hehe.
Beberapa orang senang sekali menenteng kamera dan lensa panjang-panjangnya hanya untuk sekedar pamer (no offense ya). Padahal memotretnya jarang.
Mungkin tipe fotografer ini lebih cocok ke kolektor kali haha.
11. Tak fokus pada satu jenis fotografi
Oke, tadi sudah diutarakan bahwa kita harus giat juga mempelajari hal baru, termasuk berbagai genre fotografi. Tapi… jangan kebablasan.
Ada beberapa orang yang semangat memotretnya musiman, waktu teman-teman senang foto model, dia ikut-ikutan motret model, eh waktu foto makro populer, lagi-lagi dia berpindah memotret makro demikian terus jika ada hal baru yang diketahuinya.
Ini memang bukan hal yang salah, hanya saja akan menjadikan kamu tidak efektif. Kebanyakan fotografer terkenal semuanya fokus pada satu genre fotografi kemudian menguasainya luar dalam.
Untuk menentukannya tentu kamu bisa mulai bertanya, jenis fotografi apa yang paling kamu sukai, atau sederhanakan dengan mencari tahu objek yang paling banyak atau paling suka kamu foto apa.
Itu bisa kamu lihat di koleksi foto-foto kamu selama ini, dengan begitu akan lebih mudah kamu tahu ke arah mana genre fotografi kamu.
12. Tak mau karyanya dinilai fotografer lain
Entah karena merasa sudah hebat atau malah sebaliknya ‘minder’. Masukan dari orang lain akan sangat membantu kamu dalam mengetahui kekurangan yang kamu miliki.
Tentunya dapatkan masukan dari orang yang benar-benar mengerti foto ya, jangan sampe malah yang muncul di kolom komentar foto “Ingin menambah tinggi badan buk? Silakan… bla..bla” Haha.
13. Jarang memotret
Oke, yang ini kebangetan. Tapi sering dilakukan fotografer (atau mengaku fotografer?) dan malah jadi faktor utama mengapa skill memotret seseorang tidak berkembang.
Pasti kamu tahu ungkapan “bisa karena terbiasa”, hal serupa juga dalam memotret, berharap jago memotret jika kameranya lebih banyak mangkal di tas kamera atau drybox? Wah kayaknya jangan banyak berharap deh, takutnya malah PHP haha.
****
Demikian 13 kebiasaan buruk fotografer yang harus kamu jauhi supaya kemampuan jepret kamu semakin meningkat.
Kalo kamu punya pengalaman dengan kebiasaan buruk di atas, atau punya kebiasaan yang lain daripada yang lain hehe, silakan dishare di kolom komentar ya.
Jika kamu merasa artikel ini bermanfaat, silakan dibagikan kepada teman-teman yang lain via tombol share di bawah ini. Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa baca juga bagaimana memahami fokus lensa infinity saat memotret ini.
yudi says
artikelnya bermanfaat sekali, menambah wawasan fotografi.
jakfar says
ok buat belajar
erda says
hehehe kaya saya…. sering loncat” genre
thanks… artikelnya bagus
Dido sihaloho says
Mantab artikelnya om